Sebelumnya, izinkan saya berkomentar untuk program Bulan Blogging KBM UGM (BBKU) mini 2.0. ini. Maafkan karena belum sempat di hari pertama kemarin. Baru dua hari BBKU mini 2.0. berjalan, satu kata yang ingin saya berikan. BBKU mini 2.0.; Seruuuuuuu!; teriaknya sambil diiringi klakson Om Telolet Om kayaknya bakal lebih oke. Lebih seru karena A, B, C, D, sampai Z (silakan diisi menurut pendapat masing-masing). Menurut saya salah satunya karena banyak tema-tema yang menarik, salah duanya karena format yang lebih asik, salah tiganya (eh, salah tiga, jadi benernya berapa? xp) rencananya tulisan yang terkumpul akan dibukukan. That’s super cool!!!

Di hari kedua ini, juga ada tema tulisan yang sudah ditentukan Sis Admin Rena. Kata Sis Rena tema hari ini terpilih karena wild card alias kebaikan hati dari beliau, padahal sebenarnya nggak terpilih dari hasil voting peserta. Istilah wild card pernah saya dengar dari menonton acara Indonesian Idol di tipi waktu jaman masih sekolah. (soalnya tipi di rumah sekarang udah ‘almarhum’ sejak beberapa tahun belakangan, red). Nah, peluang wild card kalau di Indonesian Idol diberikan untuk kontestan yang diberi kesempatan lanjut ke babak selanjutnya oleh juri –bukan oleh voting penonton-, kalau saya nggak salah. Maafkan, faktor usia sepertinya memengaruhi kekuatan daya ingat. So, kalau dari perbandingan dengan Indonesian Idol, terhitung beruntung orang yang daper wild card ini. Dari nama pengusulnya kayaknya saya rada-rada kenal, tapi lupa lihat di mana. Kayaknya doi gak sekali ini aja dapat “wild card” dari admin BBKU, deh. Emang dasar itu orang, harusnya udah didepak tapi masih balik aje.

Gara-gara si doi juga hari ini saya terpaksa nulis tentang cita-cita. Kayak Susan aja, anak S-2 masih disuruh ngomongin cita-cita. Cita-citanya harus 15 tahun dari sekarang pula. Berarti waktu itu umur saya sekitar 38 tahun. Nanggung amat dah, kurang 2 tahun lagi untuk merayakan usia kepala 4. Katanya di usia 40 seseorang mulai mencapai masa mapannya, titik tenang dari masa-masa paling produktifnya. Bisa dibilang, di usia 40 seseorang sudah menikmati peran masyarakat tertinggi yang dicapainya nanti. Misalnya, kalau saya seorang dokter, sudah menjadi dokter spesialis yang nggak perlu lagi cari-cari pasien, tapi pasien yang nyari saya. Atau kalau saya arsitek, tinggal duduk di kursi direktur suatu biro arsitek yang nerima proyek dari berbagai negara dan meeting keliling dunia #tseeehhh. Atau kalau saya dosen, hari-hari diisi dengan pulang-pergi dari sebuah rumah (sederhana) dan kampus yang nyamannya seperti rumah sendiri. Atau kalau saya ibu rumah tangga, saya sudah jadi ibu rumah tangga profesional yang mulai melihat anak-anaknya tumbuh sehat dan mandiri.

Umur 40 –atau kurang lebihnya- memang istimewa. Seseorang mestinya sudah mencapai kematangan akal dan kesempurnaan kedewasaan pada usia itu. Secara umum, dia sudah menjadi manusia yang mantap karena memiliki nilai lebih dan khusus. Jika bertumbuh dalam nuansa religiusitas, dirinya mungkin tidak lagi mengejar obsesi keduniaan yang terlalu besar. Tapi lebih menjaga pencapaian yang sudah diraih dengan penuh syukur. Dimensi spiritualnya pun sangat dimungkinkan mengalami peningkatan yang pesat, karena fokusnya semakin besar untuk menyiapkan bekal kehidupan sepeninggal di dunia. Manusia paruh baya.

Lalu, siapa saya saat itu? Saya nggak pernah tahu sampai di angka berapa bisa bernafas di dunia. Tapi, seandainya saya diberi kesempatan hidup hingga 15 tahun ke depan, yang bisa saya pikirkan adalah memberikan yang terbaik untuk orang-orang di sekitar saya. Keluarga kecil dan keluarga besar saya, tetangga di sekitar rumah kami, daerah saya, hingga negara, bangsa, dan agama saya. Saya belum punya gambaran perjalanan ini akan menuntun ke mana. Atau akan berbelok ke mana. Seperti perjalanan hidup 20 tahun++ saya selama ini yang penuh dengan kelak-kelok berduri #hloh. Tapi, ada beberapa minat besar yang saya rasa perlu saya kembangkan hingga nanti. Minat yang dapat menyalakan semangat berbagi manfaat dari saya kepada orang lain. Yaitu melalui media, literasi, kepenulisan, jurnalistik, dan (masih) arsitektur. Bicara tentang profesi, mungkin yang sesuai untuk mengembangkan minat-minat itu seperti, penulis buku, pegiat dan pemerhati media, dan desainer beberapa bangunan sederhana.

Saya akan tinggal di sebuah rumah kecil dan sederhana dengan halaman luas di depan dan belakangnya. Di halaman depan ada bangunan tambahan yang berfungsi sebagai taman baca gratis bagi anak-anak dan remaja, lengkap dengan beberapa permainan outdoor. Di halaman belakang, terbentang taman bunga dan kebun buah-buahan, rumah pohon untuk menyalurkan hobi memanjat saya #eh, dan kolam renang bagi ikan-ikan cantik yang menyejukkan mata. Namun, yang paling indah dari semuanya adalah keluarga yang hidup penuh kasih-sayang di dalamnya. #azeek Jika melihat masa depan ibarat sebuah lubang kunci, setidaknya itu yang bisa saya intip saat ini, dari suatu sudut dalam hati.

Screenshot_2017-04-04-22-52-21_1
Lampiran; tema hari ini dari si doi

Bantul, 4 April 2017

22.47